HUKUM WARIS ISLAM HAK ASUH ANAK AKIBAT PERCERAIAN DALAM PERKAWINAN CAMPURAN
Disusun Oleh :
Albani Idris 20110110899
Wisnu Eko Prasetiyo 20110110925
Umar Chotob 2011011155
FAKULTAS ILMU HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA PURWOKERTO
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan salah satu bagian terpenting dalam sejarah hidup manusia karena melalui perkawinan keberlangsungan keturunan dapat terjadi dan manusia dapat mencurahkan kasih sayang dan cintanya dengan orang yang dikasihi. Perkawinan bukan hanya urusan pribadi, tetapi menjadi bagian dari urusan negara, oleh karena itu pelaksanaannya harus diatur oleh negara melalui ketentuan hukumnya. Maka dari itu setiap negara mengatur perkawinan dalam sebuah hukum, seperti Indonesia hukum perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Ikatan perkawinan merupakan unsur pokok dalam pembentukan keluarga yang harmonis dan penuh rasa cinta kasih, maka dalam pelaksanaan perkawinan tersebut diperlukan norma hukum yang mengaturnya. Penerapan norma hukum tersebut dalam rangka mengatur hak, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing anggota keluarga guna membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera.
Idealnya sebuah kehidupan rumah tangga adalah hidup rukun, bahagia dan tentram. Namun, sebuah kehidupan rumah tangga tidak selamanya berjalan dengan baik, ada kalanya keadaan itu tidak baik dan terlebih lagi bisa kearah pada perceraian. Ketika terjadinya perceraian antara kedua orang tua maka akan menimbulkan konsekuensi baru kepada anak yang lahir dari perkawinan. Akibat hukum yang lahir adalah pemeliharaan anak-anak secara mandiri sampai dewasa.
Perceraian bagi pasangan kawin campur melihat kembali isi perjanjian kawin yang telah mereka buat terkait harta kekayaan (nafkah anak). Bila dalam perjanjian menyebutkan semua harta kekayaan milik istri (WNI), hanya perlu menyampaikan isi perjanjian itu di persidangan. Soal hak asuh anak, secara prinsip berada di tangan ibu (istri). Sekalipun ibu tidak bekerja, dia memiliki hak asuh anak sampai berumur 12 tahun bila pasangan suami-istri beragama Islam.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas berdasarkan latar belakang diatas adalah “Hak asuh anak akibat perceraian dalam perkawinan campuran”.
C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari jurnal ini adalah untuk mengetahui seperti apa hak asuh anak akibat perceraian dalam perkawinan campuran.
D. Manfaat
Manfaat penulisan jurnal ini adalah memberikan informasi atau wawasan kepada masyarakat terkait dengan hak asuh anak akibat perceraian dalam perkawinan campuran serta sebagai bahan tambahan ilmu pengetahuan.
BAB II
KEDUDUKAN PERKAWINAN CAMPURAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan Campuran
1. Pengertian Perkawinan Campuran
Pengertian perkawinan campuran diatur dalam Pasal 57 Tentang Perkawinan adalah Yang dimaksud dalam Undang-Undang ini ialah perkawinan antar dua orang di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Dari definisi Pasal 57 Undang-Undang Perkawinan ini dapat diuraikan unsur-unsur perkawinan campuran sebagai berikut :
1) Perkawinan antara seorang pria dan seorang Wanita
2) Di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan
3) Karena perbedaan kewarganegaraan
4) Salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia
2. Dasar Hukum Perkawinan Campuran
Peraturan perkawinan campuran dalam pandangan hukum Internasional sebagai latar belakang dan suasana. Dalam Pasal 2 GHR ditentukan bahwa seorang istri yang melangsungkan perkawinan campuran, selalu mengikuti kedudukan hukum sang suami, baik di bidang hukum publik maupun dalam hukum perdata.
Syarat-syarat perkawinan yang harus dipenuhi oleh WNI yang hendak melakukan perkawinan campuran adalah syarat-syarat perkawinan yang terdapat dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia harus dilakukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat yang ditentukan bagi masing-masing pihak telah dipenuhi.
Bagi WNI berlaku syarat sebagaimana layaknya pernikahan WNI lainnya, sedangkan bagi WNA pemberitahuan kehendak nikah harus dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
a) Fotocopy passport yang sah
b) Fotocopy surat ijin menikah dengan WNI dari kedutaan negara WNA
c) Surat keterangan dari imigrasi
d) Surat keterangan status (perjaka/duda atau perawan/janda) dari kantor catatan sipil negara WNA dengan melampirkan :
• Akta cerai bila sudah bercerai atau
• Akta kematian bila istri/suaminya meninggal dunia
e) Pas photo terbaru berwarna (dianjurkan berlatar belakang berwarna biru) ukuran 2x3 sebanyak 3 (tiga) lembar
f) Apabila WNA adalah seorang wanita hendaknya memastikan kehadiran wali atau wakalah wali dari piak yang berkuasa dari negara yang bersangkutan
Surat-surat tersebut diterjemahkan ke Indonesia oleh penerjemah yang disumpah dan kemudian harus dilegalisir oleh kedutaan warga negara WNA tersebut yang ada di Indonesia.
B. Status Anak Dalam Perkawinan Campuran
Menurut teori hukum Perdata Internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya atau perkawinan tersebut tidak sah sehingga anak dianggap sebagai anak di luar nikah yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.
Hubungan hukum yang terjadi antara dua orang yang melakukan perkawinan campuran mempunyai kaitan yang erat dengan status hukum anak yang dilahirkan. Berbicara mengenai status hukum anak tidak terlepas dari persoalan mengenai kewarganegaraan. Persoalan tersebut diatur dalam hukum yang dikenal dengan istilah “hukum kewarganegaraan”. Hakekatnya, hukum ini merupakan seperangkat kaidah yang mengatur tentang muncul dan berakhirnya hubungan anatar negara dan warga negara. Dengan kata lain, hukum kewarganegaraan mempunyai ruang lingkup cara-cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan .
Kewarganegaraan ganda anak hasil perkawinan campuran berdasarkan Undang-Undang bahwa anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai WNI. Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya. Pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
Wastap Redaksi : 085231450077
Posting Komentar untuk "HUKUM WARIS ISLAM HAK ASUH ANAK AKIBAT PERCERAIAN DALAM PERKAWINAN CAMPURAN "